Analisis Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Dunia Bisnis para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha selain dapat dilakukan sendiri dengan mengelola dan memanage usahanya secara langsung, juga dapat dilakukan bersama-sama oleh dua orang/pihak atau lebih dalam suatu “wadah” badan usaha atau entity. Apabila dilakukan sendiri (without partners) ia disebut sebagai soleproprietor, entrepeneur, baik dilakukan atas dasar profesi (soleparactitioner) ataupun dilakukan atas dasar usaha perdagangan (soletrader). Usaha bisnis yang dilakukan secara bersama-sama dalam suatu badan usaha atau “wadah”, disebut sebagai korporasi atau company. Korporasi dengan berbagai macam bentuk dan ragamnya, bisa dengan badan hukum, bisa dengan bentuk bukan badan hukum. Bagaimana kalau kegiatan usaha yang dilakukan oleh (para) pelaku bisnis tersebut mengalami kerugian atau kepailitan yang menyebabkan ia tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga atau terhadap stakeholder yang terkait?
Apabila suatu usaha mengalami kerugian,kepailitan atau likuidasi, baik usaha bersama (corporation) dan (mungkin) terdapat pihak-pihak (lain) yang dirugimkan atau belum dipenuhi haknya,maka ia harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajiban atas kerugian dimaksud. Sejauhmana tanggung jawab para pelaku usaha atau pebisnis selaku entrepreneur terhadap pihak ketiga dan para stakeholder yang terkait. Sangat ditentukan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut atau jenis entitynya, jika pelaksanaan kegiatan usahanya dilakukan sendiri (soleproprietor), maka jelas tanggung jawabnya langsung kepada soleproprietor yang bersangkutan. Namun jika dilakukan bersama-sama dengan partners usahanya, maka tanggung jawab tersebut sangat ditentukan dari jenis badan usaha (entity) yang dibentuk sebgai wadah atau lembaganya, demikian juga sangat tergantung pada perjanjian (memorandum of asociation) masing-masing orang atau pihak dalam lembaga tersebut. Demikian juga harus dilihat dan dicermati apakah merupakan tanggung jawab corporate atau tanggung jawab dari masing-masing orang atau pihak (baik selaku naturlijkperson atau sebagai rechtsperson) Tanggung jawab koporasi inilah yang akan dikaji dan dianalisa dalam tulisan ini melalui beberapa teori-teori tanggung jawab korporasi yang terkait (antara lain) dengan teori ultra vires dan intra vires, teori fiduciary duty dan duty of skill and care business judgment rule, corporate ratification serta teori atau doktrin pierching the corporate vell.
Tanggung Jawab Korporasi Pada umumnya
Sebagaimana disebutkan pada bagian awal, bahwa pada prinsipnya yang bertanggung jawab terhadap pihak ketiga dalam hal suatu korporasi apabila mengalami kerugian, kepailitan atau likuidasi adalah korporasi itu sendiri (yang dalam hal ini diwakili oleh pengurusnya). Artinya apabila korporasi mengalami kerugian, kepailitan atau likuidasi yang mengakibatkan ada pihak lain yang dirugikan, maka korporasilah selaku entity (melalui pengurusnya) yang pertama kali harus dimintai pertanggungjawaban, Sejauhmana pertanggung jawaban korporasi tersebut sangat tergantung dari status dan jenis entitynya sebagai subyek hukum.
Ditinjau dari statusnya sebagai subyek hukum korporasi dibedakan atas korporasi dengan status badan hukum (seperti perseroan terbatas/PT, Koperasi, Yayasan Asuransi, Dana Pensiun dan lin-lain) dan korporasi dengan status bukan badan hukum (seperti Perseroan Kommanditer (commanditer vennotschap,CV) Perseroan Firma (vennootschap onder firma,Fa), Persekutuan Perdata (burgerlijk maatschap), Assosiasi (gemeenschap) dan lin-lain.
Apabila suatu korporasi berbentuk badan hukum, dan pengurus atau direksi melakukan pengelolaan korporasi sesuai dengan rule of the game berdasarkan azas good corporate govermance serta pengurus melakukan kegiatan atau tindakan dalam batas-batas intra vires (sesuai dengan kewenangannya dalam anggaran dasar korporasi), maka tanggung jawab pengurus kepada pihak ketiga hanyalah memberikan ganti rugi bertanggung jawab sampai kepada membayar atau memenuhi kewajiban korporasi sebesar nilai aset atau aktiva (kebendaan) yang masih dimiliki oleh korporasi. Berdasarkan doktrin busines judgment rule, yang dikemukakan oleh Munir Fuady, dapat disarikan bahwa seseorang pengurus atau anggota direksi tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi atas tindakannya yang dilakukakn dalam kedudukannya sebagai pengurus atau direktur yang ia yakini sebagai tindakan terbaik buat korporasi atau perseroan dan dilakukan secara jujur, dengan itikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku…..(selengkapnya)
Artikel Lainnya